1,8 Juta Rakyat
Papua Barat Teken Petisi Tuntut Kemerdekaan
Mahasiswa
Papua menggelar aksi di Surabaya, Jawa Timur, 2 Desember 2013. Aksi itu untuk
menuntut kemerdekaan Papua Barat. Papua mendeklarasikan kemerdekaan dari
Belanda tahun 1961, namun Indonesia mengambilalih daerah itu pada 1963. [JUNI
KRISWANTO/AFP]
"Bersama petisi ini, kami juga
menyertakan tulang belulang rakyat Papua Barat yang puluhan tahun menderita,
menjadi target genosida."
Suara.com
- Pemimpin Papua Merdeka, Benny
Wenda, mempresentasikan petisi menuntut referendum kemerdekaan dari Indonesia
ke Komite Dekolonisasi PBB.
Petisi itu, seperti
diberitakan The Guardian, Sabtu (30/9/2017), ditandatangani oleh
1,8 juta warga Papua Barat yang
menginginkan digelarnya referendum kemerdekaan.
Benny yang selama ini
berada di pengasingannya di luar negeri, menyerahkan petisi itu markas besar
PBB, New York, Selasa (26/9).
Dalam presentasinya,
Benny menuturkan petisi itu diedarkan secara klandestin ke warga Papua Barat
dan diselundupkan ke luar negeri untuk disampaikan kepada PBB.
Petisi yang
ditandatangani oleh 1,8 juta penduduk tersebut, berarti merepresentasikan 70
persen warga Papua Barat.
Dalam petisi tersebut,
diutarakan permintaan warga agar PBB mengirim tim khusus untuk menginvestigasi
pelanggaran HAM yang dilakukan Indonesia terhadap rakyat Papua Barat.
"Kami juga
meminta masalah dekolonisasi Papua Barat kembali dimasukkan dalam agenda komite,
untuk menjamin hak menentukan nasib bangsa sendiri," demikian disebut
dalam petisi itu.
"Bersama petisi
ini, kami juga menyertakan tulang belulang rakyat Papua Barat yang puluhan
tahun menderita, menjadi target genosida kepada PBB dan dunia. Petisi ini
menyuarakan rakyat kami di pedalaman, bahwa Rakyat Papua barat ingin
kemerdekaan," tegas Benny dalam presentasi petisi itu.
Namun, Ketua Komite
Dekolonisasi PBB Rafael Ramires mengatakan, petisi tersebut terpaksa tak bisa
diterima oleh pihaknya.
Pasalnya, kata dia,
komite yang dipimpinnya tidak memunyai wewenang untuk membantu Papua
Barat. Komite Dekolonisasi PBB hanya memunyai kewenangan membantu proses
dekolonisasi di 17 negara yang teridentifikasi PBB sebagai "daerah yang
tak memunyai pemerintahan sendiri".
"Isu Papua Barat,
sayang sekali, tidak menjadi kewenangan kami. Kami hanya bekerja untuk
negeri-negeri yang masuk dalam daftar tak memunyai pemerintahan sendiri. Daftar
negeri-negeri itu disahkan melalui sidang umum PBB," tutur Rafael.
Papua Barat sebenarnya
masuk dalam daftar "daerah yang tak memunyai pemerintahan sendiri"
Komite Dekolonisasi PBB, ketika masih bernama Netherlands New Guinea.
Namun, Papua Barat
dihapus dari daftar tersebut pada tahun 1963, setelah daerah itu dianeksasi
Indonesia menjadi Irian Jaya.
"Kami bukannya
menolak petisi rakyat Papua Barat. Tapi, kami terganjal prosedur sehingga tak
bisa menerimanya. Kami akui, komite ini pernah 'dimanipulasi' oleh kepentingan
politik," ungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar